Gambar

Paradigma Baru – What is Paradigm?

Paradigm-ShiftKita sering bicara tentang paradigma tapi sesering itu juga kita tidak ngerti. Kadang jadi bingung karena yang dimaksudkan jadi lain. Di Indonesia ini, sebuah istilah sering tidak sesuai pengertiannya atau berbelok jauh dari arti sesungguhnya. Mungkin karena kita hanya dengar kulitnya saja lantas ikut menggunakan, lalu yang denger dari kita juga demikian. Nah, ujung-ujungnya pasti sudah bias alias – ngaco – itu tadi.

Mau contoh? Nih, salah satunya istilah ‘partisipasi’. Pernah dengar tidak? kalau ada orang yang ditanya ‘sudah kerja bakti belum?’ atau ‘Apa saudara sudah mencari solusi masalah kita?’ lalu jawabnya ‘sudah, saya sudah berpartisipasi!’. Padahal dia cuma setor muka ngumpul sebentar sama tetangga atau cuma ikut rapat habisin snack dan minuman tanpa nyumbang ide sama sekali. Padahal partisipasi kan asalnya dari kata to participate yang arti sesungguhnya “ikut bergiat – aktif”

Contoh lain yang banyak dibicarakan pejabat atau bos kita yaitu istilah ‘komitmen’. Disini banyak yang mengira artinya sekedar ‘setuju’. Padahal kosekuensi dari kata komitmen itu jauh lebih besar dari sekedar “setuju” sambil cuma komat-kamit kaya dukun palsu sok merapal mantera.

Paradigma yang asalnya dari kata ‘paradigm‘ itu sering tidak jelas artinya bagi kebanyakan orang, termasuk yang mengatakannya. Padahal artinya sederhana saja, yakni cara pandang seseorang terhadap sesuatu (masalah, obyek, dll). Cara pandang seseorang terhadap sesuatu itu bisa berbeda-beda tergantung dari latar belakang pengalaman, pengetahuan, keyakinan dari orang yang bersangkutan, sehingga timbul persepsi (istilah apalagi nih) yang berbeda.

Tentu karena latar belakang yag berbeda-beda itu, cara pandang orang juga bisa, kalao tidak mau dibilang malah sering, berbeda. Dan itu sah-sah saja. Anda tidak usah reaksioner dan marah kalo ada yang mengatakan salamin (makanan khas Palembang) itu tidak enak! Padahal kita sangat menggemarinya. Mungkin saja waktu mencicipinya pertama kali, dulu dia dapet salamin dingin sehingga menimbulkan persepsi ‘tidak enak!’ di kepalanya.

Juga kalo ada orang bilang Afrika itu kaya, subur, orangnya putih-putih dan pintar-pintar padahal setahu kita Afrika itu miskin, tanahnya kering kerontang berisi padang pasir panas, lalu orangnya hitam-hitam dan keriting, juga masih pada lugu dan tertinggal. Itu, kan setahunya kita! Orang tadi mungkin pernah ke Afrika Selatan di perumahan elit orang bule disana, terus lihat tambang berlian yang aduhai mahalnya, lalu lihat di tv lembah subur hijau di Nangaroro yang disebut sebut seperti taman firdaus, dan membaca kalo ahli cangkok jantung pertama , DR. Christian Barnard, dan juga Kofi Anan yang mantan sekjen PBB itu berasal dari Afrika. Bahkan orang tercantik sedunia, Naomi Campbell – mantan Miss Universe- juga berasal dari sana.

Nah, itulah yang akan kita bahas. Cara pandang sering dijejalkan ke kita dengan pola yang dikehendaki secara umum sehingga kita menjadi biasa memandangnya dengan cara yang general alias borongan – ramai-ramai itu. Lalu kita bilang yang lain itu salah! Tidak benar! Atau agak sopannya bilang ‘tidak umum’ itu. Cara Pandang yang menjadi umum itu disebut hegemoni, menguasai dan meniadakan cara pandang yang berbeda, yang sedikit jumlahnya. Padahal, cara pandang yang gak umum itu juga fakta yang bener! Bener-bener ada. Ada bener-bener! Kok dibilang salah!

Mau tahu ruginya pake cara pandang atau paradigma umum itu?

Kita akan jadi orang yang tidak menonjol, alias bisa-biasa saja. Malah cuma jadi angka di statistik. Di kantor, kita hanya dikasih NIP, di sekolah nomor induk, main sepakbola dapat nomor di punggung tidak pake nama. Kita bukan Kita sebagai sebuah pribadi. You are not you, my friend!

Nah, kalo kebetulan kita seorang pengusaha, lalu apa yang bisa kita jual di Afrika dengan cara pandang kita seperti itu? Paling-paling sandal jepit! Sepasang untungnya cuma seratus perak. Itupun harus bersaing dengan banyak orang lain yang melihat Afrika seperti itu. Tapi, kalo kita melihat dengan cara yang tidak umum tadi, kits bisa berbisnis pesawat terbang disana. Jual satu saja untungnya miliaran rupiah dan tidak ada pesaing karena yang lain gak lihat opportunity itu. Nah mau jual berapa juta sandal jepit agar bisa untung segitu? Berapa ribu orang yang kita musti tawarin sampai meniren mulut berbusa-busa, kepanasan, kehujanan, bau, mana becek tapi gak ada ojek pula! Bisnis pesawat kan pasti di ruang mewah ber AC, ketemunya satu dua orang saja, makanan enak dan sering ditemani SPG.

Jadi mau dihegemoni cara pandang kita hanya sekedar biar dibilang ‘umum’?

Umum itu kan biasa. Biasa itu tidak ‘luar biasa’ (iya, semua orang juga tahu!). Padahal, semua orang kagum terhadap sesuatu yang ‘luar biasa’, kan? Kenapa kita tetep senang menjadi biasa aja? Mau dapet suami/istri yang biasa saja, jelek tidak cantik pun tidak! Mau dapat duit yang biasa-biasa saja?

Karena itu beranilah melihat dengan cara yang berbeda. Tidak bayar, alias gratis bin cuma-cuma! Tapi, memang memerlukan keberanian! Karena sering kita hanya ingin melihat apa yang biasa dan ingin kita lihat, bukan yang tidak biasa. Kita takut melihat yang berbeda, apalagi untuk bertindak. Kan aman kalo ikutan banyak orang, ya kan? Malah dulu waktu kecil kalo dapat nilai jelek sering berkilah ‘kan banyak temen yang nilainya juga jelek, ma!” Sekarang kita juga masih begitu, minta amplop, eh ampun! Pantas pada ber-korupsi berjamaah! Kan banyak temannya…!

So, Sagu dan Coto, Beranilah melihat dengan paradigma baru, yang berbeda! Itulah modal untuk bisa melakukan sesuatu yang berbeda, yang luar biasa. Gitu aja pesannya!

“Selamat Mencoba!”

Sumber : http://paradigma-ok.blogspot.com/2008/03/paradigma-baru-binatang-apa-itu.html

Sudah di edit tanpa mengurangi pesan tulisan ini.

Tinggalkan komentar